Peta Situs

Kumpulan Catatan Kumpulan Catatan

Sering Dibaca

Diberdayakan oleh Blogger.
Kamis, 24 Januari 2013

Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Materi Kursus Calon Pengantin





Salah satu hal yang harus segera diketahui oleh pasangan pengantin baru sesaat setelah mereka resmi menjadi sepasang suami-isteri melalui akad pernikahan adalah mengenai hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan rumah tangga. Pengantin baru tentu mengharapkan kehidupan rumah tangga yang akan dibangun dapat memberikan kehangatan, kebahagiaan dan kententeraman lahir-batin sesuai dengan yang dicita-citakan. Kebahagiaan dan ketenteraman tersebut akan jauh dari harapan jika suami isteri tidak mampu menunaikan kewajibannya dan menerima hak dari pasangannya. Alih-alih ingin mendapatkan kebahagiaan dengan menikah, karena ketidaktahuan akan hak dan kewajiban, pernikahan pun menjadi pengalaman yang menyakitkan. Pasangan suami isteri hendaklah menyadari bahwa konsekuensi dari terjadinya suatu akad pernikahan adalah diterimanya kesanggupan untuk menunaikan kewajiban dan kesediaan menerima hak dalam peran dan kedudukannya sebagai suami isteri. Fakta menunjukkan bahwa ketidaksanggupan menunaikan hak dan kewajiban dari pasangan suami isteri telah mengantarkan banyak rumah tangga pada kondisi tidak harmonis, berselisih, atau bahkan berujung pada perceraian di pengadilan. Sering dijumpai dalam pemberitaan media isteri yang diterlantarkan oleh suami atau daniaya hingga harus mendapatkan perawatan medis. Demikian pula contoh lain seperti pertengkaran rumah tangga yang disebabkan oleh tindakan suami yang ringan tangan dan suka memukuli isterinya hingga terluka hanya karena persoalan sepele; suami suka mengeluarkan kata-kata hinaan yang kotor, menyakitkan dan merendahkan harkat dan martabat isteri; atau percekcokan lain akibat isteri suka bepergian tanpa sepengetahuan dan seizin suaminya. Problema-problema semacam ini sering terjadi di tengah-tengah masyarakat di mana salah satu faktornya adalah karena ketidaktahuan: suami isteri tidak mengenal peran, kedudukan, hak dan kewajibannya masing-masing dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Oleh sebab itu suami isteri harus sejak awal dari pernikahan segera mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing agar mampu menjalankan rumah tangganya dengan baik. Hak dan kewajiban itu harus dibangun diatas prinsip-prinsip persamaan, keseimbangan, saling menghormati, toleransi dan keadilan, dan bukan atas dasar kekuasaan, kekuatan atau kesewenang-wenangan.


Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia disebutkan bahwa suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat. Mereka wajib saling mencintai dan menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin satu sama lain. Mereka juga memikul tanggung jawab dan kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani dan rohaninya maupun mengenai kecerdasan dan pendidikan agamanya.


Kewajiban Suami


Kedudukan suami dalam rumah tangga adalah sebagai kepala keluarga, sedangkan kedudukan isteri adalah ibu rumah tangga. Dengan posisi seperti itu, suami memikul tugas dan tanggung jawab yang besar atas keluarga. Al-Quran memberikan istilah untuk suami dengan tanggung jawab seperti ini dengan “qawwamuun” seperti termaktub dalam salah satu ayat “arrijaalu qawwaamuuna ‘alannisaa’”. Oleh sebab itu tidak heran jika isteri dituntut untuk mampu mengimbangi tugas berat suami itu dengan memperlihatkan ketaatan kepadanya dalam segala hal, selama ketaatan itu ada dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum agama. Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadits menyatakan, “seandainya aku diperkenankan dapat memerintah seseorang untuk bersujud kepada seseorang, tentu aku akan memerintahkan agar isteri bersujud kepada suami, karena Allah telah menjadikan hak suami diatas hak isteri”. Akan tetapi dengan posisi dan tanggung jawab seperti itu, tidak berarti suami dapat bertindak sekehendaknya dan sewenang-wenang dalam urusan rumah tangga. Hadits tersebut tidak bisa dijadikan dasar dan alasan yang kuat oleh suami untuk melakukan tindakan semaunya tanpa memperhatikan hak orang lain dalam hal ini isterinya. Dalam kedudukannya sebagai kepala keluarga, sebagaimana dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya. Dalam hal-hal urusan rumah tangga yang penting suami isteri memutuskannya secara bersama-sama. Berikut ini merupakan kewajiban-kewajiban suami:

  • Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala hal menyangkut keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
  • Suami wajib memberi pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
  • Suami sesuai penghasilannya menanggung nafakah dan kiswah (sandang) bagi isteri dan anak-anaknya. Termasuk dalam nafakah adalah biaya rumah tangga, biaya perawatan kesehatan, biaya pengobatan bagi isteri dan anak serta biaya pendidikan anak-anak.
  • Suami wajib menyediakan tempat kediaman (papan) bagi isteri dan anak-anaknya atau bekas isteri yang masih dalam masa iddah. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anak dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga. Suami wajib melengkapi tempat kediaman tersebut sesuai dengan kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.


Hak Suami


Apa yang akan dirasakan seseorang ketika ia mendapatkan haknya? Ia akan merasa senang, bahagia dan puas. Itulah urgensi dari hak, yaitu membuat kebaikan dan manfaat bagi seseorang. Oleh sebab itu, salah seorang ulama mengartikan hak sebagai manfaat atau maslahat yang diperoleh secara syar’i. Tujuan ditetapkannya hak adalah agar seseorang memperoleh manfaat atau kebaikan dengan hak tersebut. Hak suami dari isteri adalah manfaat yang ia peroleh dari isterinya. Dalam Al-Fiqhul Islam Wa Adillatuhu, diterangkan hak-hak suami dari isterinya, diantaranya adalah sebagai berikut:



  • Ketaatan isteri terhadap suami untuk memberikan kesenangan dan saat keluar dari rumah. Keadaan ini terjadi seperti ketika suami hendak memenuhi kebutuhan biologisnya dan meminta berhubungan badan dengan isteri, sementara isterinya dapat melakukan hal itu dan tidak ada larangan yang menghalanginya. Maka saat demikian isteri hendaklah dapat memenuhi keinginan suami. Penolakan dari isteri jika tidak ada alasan yang dibenarkan dapat dikatakan nusyuz. Suami berhak menjumpai isterinya taat padanya. Ketaatan isteri juga dapat ditunjukkan saat ia tidak keluar rumah karena tidak diizinkan oleh suaminya, kecuali apabila isteri bermaksud menjenguk salah satu orang tuanya yang sedang sakit, maka ia dibolehkan keluar rumah tanpa izin suami. Demikian dikatakan oleh ulama Hanafiyah. Saat isteri keluar rumah sepantasnya ia menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan fitnah, yaitu dengan menetapi norma-norma agama dan masyarakat seperti menutup aurat, berpakaian yang pantas dan berperilaku yang baik.
  • Sikap amanah dari isteri. Seorang isteri hendaklah dapat dipercaya, ia dapat memelihara dirinya saat suami tidak ada. Isteri seyogyanya dapat menjaga rumah, harta dan anak-anaknya yang dititipkan suami saat ia bekerja atau pergi keluar rumah.
  • Suami berhak mendapat sikap dan pergaulan yang baik (mu’asyaroh bil ma’ruf) dari isteri. Isteri wajib mempergauli suami dengan baik, seperti menjaganya dari hal-hal yang dapat menyakitinya atau hal-hal lain yang mengganggunya. Sikap baik tidak saja harus ditunjukkan suami kepada isterinya, akan tetapi sebaliknya isteri pun harus mampu menunjukkan sikap baik kepada suaminya, baik dalam cara berkata, bersikap maupun bertindak.
  • Mandi karena haid, nifas dan janabah. Suami berhak menyuruh isterinya mandi untuk menghilangkan hadats besar seperti haid, nifas atau janabah. Karena dengan mandi isteri dapat melaksanakan kewajiban agama seperti shalat.
  • Bepergian bersama isteri. Saat suami pergi keluar rumah, maka suami berhak untuk dapat ditemani isterinya dalam perjalanan kemanapun ia pergi dengan catatan isteri merasa aman.


Kewajiban Isteri

Apa yang menjadi hak suami dari isteri pada prinsipnya menjadi kewajiban isteri untuk memenuhinya. Dalam perbincangan ilmu fiqih, isteri sesungguhnya tidak wajib melayani suaminya dalam hal penyediaan makanan, memasak, mencuci, maupun pelayanan-pelayanan yang lainnya. Suami-lah yang harus mengerjakan semua itu. Suami wajib menyediakan makanan bagi isterinya apabila ia tidak mampu mengerjakannya sendiri. Tetapi apabila isteri dapat melayani dirinya sendiri dan mampu mengerjakannya, suami dapat memberikan penghargaan dan upah atas pekerjaan-pekerjaannya itu dan upah itu tidak boleh diambil kembali oleh suami apabila pekerjaan-pekerjaan itu ditangani suami, karena pekerjaan-pekerjaan tersebut pada dasarnya merupakan kewajibannya. Nabi Muhammad SAW membagi pekerjaan-pekerjaan antara Ali dan Fatimah dua bagian. Pekerjaan di luar rumah diperuntukkan bagi Ali (suami), sedangkan pekerjaan di dalam rumah dikerjakan oleh Fatimah (isteri). Kompilasi Hukum Islam di Indonesia menyebutkan dua kewajiban isteri dalam rumah tangga yaitu:

  • Kewajiban utama bagi seorang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.
  • Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.


Hak Isteri


Kewajiban suami menjadi hak isteri. Dengan demikian isteri berhak mendapatkan perlindungan dari suami. Isteri berhak memperoleh nafakah, kiswah dan tempat kediaman yang layak. Isteri juga berhak mendapatkan sikap dan perlakuan yang baik dari suami seperti kasih sayang, cinta, sikap lemah lembut dan terhindar dari kekasaran dan kekerasan suami yang mengakibatkan luka baik secara fisik maupun fsikis. Dr. Wahbah Az-Zuhailiy mengelompokkan hak isteri kepada dua bagian, yaitu hak yang bersifat materi (maliyah) dan hak yang bersifat non-materi (ghoiru maliyah). Yang berupa materi terdiri dari mahar (maskawin) dan nafakah yaitu makanan dan pakaian. Sedangkan hak isteri non-materi adalah sikap dan pergaulan yang baik dari suami, termasuk didalamnya adil terhadap isteri-isteri yang lain jika suami beristeri lebih dari satu. Hal tersebut tercermin dari salah satu hadits Nabi Muhammad SAW saat seseorang menanyakan kepada beliau mengenai hak isteri dari suaminya. Nabi SAW menjawab hak isteri adalah “engkau memberikan makanannya apabila engkau makan, memberi pakaiannya apabila engkau berpakaian, tidak memukul wajahnya, tidak mencaci makinya, dan tidak meninggalkannya kecuali di atas tempat tidur”.

Diantara hak-hak isteri seperti terrangkum dalam Kitab Al-Fiqhul Islam Wa Adillatuhu, adalah:

  • Isteri berhak terjaga kesucian dirinya dan merasakan kesenangan bersama suaminya. Menurut mazhab Maliki, jika tidak mempunyai uzur suami wajib melakukan hubungan badan dengan isterinya sebagai salah satu bentuk pemberian rasa senanga kepadanya. Inilah yang oleh sebagian orang dinamakan dengan nafakah batin. Isteri berhak mendapatkan nafakah batin dan terpenuhi keinginannya ini agar ia dapat menjaga dan memelihara kesucian dirinya dan tidak terluka perasaannya.
  • Isteri berhak tidak disetubuhi dari duburnya atau saat ia sedang haid. Bahkan menyetubuhi isteri dengan cara atau keadaan seperti demikian terlarang secara syar’i berdasarkan hadits Rasulullah SAW, “Barang siapa mendatangi isterinya yang sedang haid atau mendatangi isteri dari duburnya ......., maka ia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad”.
  • Isteri berhak mendapatkan sikap dan perlakuan yang baik dari suami (mu’asyaroh bil ma’ruf) sesuai firman Allah SWT: wa ‘aasyiruuhunna bil ma’ruuf yang artinya pergaulilah isteri-isterimu dengan baik. Diantara perlakuan yang baik dari suami terhadap isterinya adalah suami memberikan hak-hak nafakah kepada isterinya tanpa menunda-nunda. Demikian pula isteri tidak mendapatkan perlakuan yang kasar atau kata-kata kotor yang menyakitkan dan merendahkan harga dirinya merupakan hak isteri dari suaminya. Seperti terungkap dalam salah satu hadits, isteri tidak boleh mendapatkan tamparan muka dan caci makian dari suaminya merupakan hak isteri yang harus diperhatikan dan dijaga oleh suami. Ketika suami merasa tidak nyaman dan tidak suka akan karakter atau tabiat seorang isteri, hendaklah ia dapat menahan kebencian dan amarahnya agar tidak melahirkan kekerasan pada isteri. Karena boleh jadi pada saat ini ia benci pada isterinya, tapi di saat lain ia senang. Perlu difahami bahwa tabiat seseorang itu tidak seluruhnya buruk, tapi juga tidak selamanya baik. Selalu ada kelebihan dan kekurangan dalam karakter seseorang. Hal demikian seharusnya difahami oleh suami dan isteri ketika ia melihat kekurangan pada pasangannya bahwa disisi lain ia juga punya kelebihan. Itulah sebabnya Nabi Muhammad SAW mengatakan, “Janganlah seorang mu’min laki-laki (suami) membenci mu’min wanita (isteri), bisa jadi jika ia membenci akhlaknya maka pada akhlaknya yang lain ia menyukainya ”.


Hak Yang Dimiliki Bersama-sama

Dari sekian banyak hak dan kewajiban suami isteri sebagaimana telah diuraikan diatas, terdapat hak yang dimiliki bersama-sama antara suami dan istri, diantaranya yaitu hak mendapatkan kesenangan (istimta’) dan hak memperoleh perlakuan yang baik dari pasangannya (mu’asyaroh bil ma’ruf). Jika suami menghendaki kesenangan dari isterinya, maka pada saat yang sama isteri juga punya hak untuk mendapatkan kesenangan dari suaminya. Demikian pula jika isteri mengharapkan perlakuan dan sikap yang baik dari suami, maka isteri pun harus mampu menunjukkan sikap yang baik kepada suami. Saling menghargai, menghormati, membantu dan menyayangi satu sama lain adalah cerminan dari pergaulan baik yang diperlukan untuk menegakkan dan mengokohkan bangunan perkawinan. Sikap-sikap demikian harus terpantul dari masing-masing pasangan secara timbal balik, seimbang dan adil. Tidak dari salah satu pihak saja. Suami dan isteri harus sama-sama menyadari bahwa untuk mewujudkan keluarga yang kuat dibutuhkan kerjasama yang baik di antara mereka yaitu dengan menanamkan sifat dan akhlak yang baik (akhlaqul karimah) dalam keluarga, sikap saling pengertian, mencintai, dan menghormati satu sama lain. Oleh karena itu terdapat hak-hak sama yang harus difahami oleh mereka berdua dalam rangka menggapai kebahagiaan rumah tangga. Hak-hak tersebut diantaranya adalah: hak mendapatkan kesenangan dari pasangannya, hak dihormati, hak dihargai, hak dibantu, dan hak terhindar dari hal-hal yang dapat menyakiti dan membahayakan diri seperti pelecehan, penindasan, penganiayaan dan tindakan-tindakan lain yang dapat menimbulkan penderitaan pihak lain.
_____________________________________
Singaparna, Januari 2013
Sumber : Kompilasi Hukum Islam di Indonesia 
dan Al-Fiqhul Islam Wa Adillatuhu



 

Artikel Lainnya:

0 comments: