Peta Situs
Sering Dibaca
-
Praktek Khutbah Nikah Antara Cita dan Fakta Pernikahan bagi pasangan laki-laki dan wanita merupakan peristiwa sakral yang penting bagi k...
-
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأ...
Diberdayakan oleh Blogger.
Rabu, 13 Februari 2013
Khutbah Nikah (bag.III)
Praktek Khutbah Nikah Antara Cita dan Fakta
Pernikahan bagi pasangan
laki-laki dan wanita merupakan peristiwa sakral yang penting bagi kehidupan
mereka. Tidak hanya pribadi mereka berdua yang akan menyatu dalam ikatan suami isteri,
namun masing-masing keluarga besar mereka pun akan menyatu dalam ikatan
persaudaraan yang lebih besar. Pernikahan tidak saja menyatukan dua pribadi,
akan tetapi juga menyatukan dua keluarga. Acara khusus pun dibuat sedemikian
rupa dengan mempersiapkan hidangan masakan
dan mengundang banyak orang untuk hadir menyaksikan prosesi akad nikah
dan memberikan doa restu kepada mempelai. Moment tersebut menjadi peristiwa
yang sangat berharga, berkesan
dan membahagiakan bagi mereka berdua
dan keluarga masing-masing
sepanjang hidup.
Yang tak kalah pentingnya dalam
acara akad pernikahan pasangan pengantin di hampir setiap daerah pada setiap
saat biasanya diawali dengan prosesi kegiatan serah terima calon pengantin dari
kedua belah pihak. Pihak keluarga calon suami atau yang mewakilinya berbicara
dihadapan keluarga calon isteri tentang maksud kedatangan dan keinginannya
untuk meminang, menjalin tali persaudaraan dan silaturahmi melalui perkawinan putra-putrinya. Kemudian
orang tua isteri atau yang menggantikannya memberikan jawaban pula tentang rasa
senang dan bahagianya atas maksud dan keinginan hati dari keluarga calon suami
itu lalu mengungkapkan kesediaannya untuk membangun hubungan kekeluargaan
melalui pernikahan putra-putrinya.
Seremoni semacam ini kerapkali terjadi, sekalipun model dan tata caranya
berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya atau antara satu masa
dengan masa lainnya. Yang perlu diingat, jika kegiatan serah terima calon
pengantin tersebut tidak dilaksanakan, akan terasa janggal, terlebih lagi
pernikahan merupakan proses lembaran
baru yang akan ditempuh seseorang dalam perjalanan hidupnya di dunia ini.
Untuk melengkapi prosesi penyatuan dua insan itu dalam pernikahan dilakukan
pula khutbah nikah sesaat sebelum ijab kabul diucapkan antara wali nikah dan
calon suami. Pembacaan khutbah nikah ini hukumnya sunnah dan tidak wajib
menurut jumhur ulama. Yang membacakan khutbah nikah adalah dua pihak
yang terlibat dalam pengucapan ijab kabul nikah, yaitu calon suami dan wali
nikah atau orang-orang yang menggantikannya. Akan tetapi dalam prakteknya,
khutbah nikah ini dibacakan hanya sekali saja dalam adat kebiasaan masyarakat
kita. Itu pun tidak jelas, apakah khatib membacakan khutbah nikah untuk calon
pengantin laki-laki atau wali nikah? Dalam perbincangan ilmu fiqh, khutbah
nikah sesungguhnya dibacakan dua kali. Sebelum pengucapan akad, calon suami
terlebih dahulu membacakan khutbah sebagaimana contohnya telah diterangkan pada
tulisan yang lalu, kemudian mengungkapkan rasa senangnya dan menceritakan
maksud pertemuan dengan keluarga calon isterinya tersebut. Misalkan setelah
memuji kepada Allah, berwasiat takwa dan
membacakan salah satu ayat al-Qur’an, ia mengatakan di hadapan wali,
“Sesungguhnya kami bermaksud menjalin hubungan nasab dengan kalian,
menghubungkan tali kekeluargaan dan ingin menjadi bagian dalam keluarga
besarmu”. Lalu wali nikah setelah berkhutbah
berkata, “Kami menerima kedatanganmu, dan senang jika kamu berada dalam lingkungan dan
menjadi bagian keluarga kami”. Imam Syafiiy lebih menyukai jika dalam khutbah
itu wali mengatakan seperti perkataan Ibnu Umar ketika menikahkan putrinya,
yaitu:
قَدْ
زَوَّجْتُكَهَا عَلَى مَا أَمَرَ اللَّهُ - تَعَالَى - بِهِ مِنْ إِمْسَاكٍ
بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٍ بِإِحْسَانٍ
“Sungguh saya akan menikahkanya kepadamu atas apa
yang telah diperintahkan oleh Allah, yaitu menahannya dengan cara yang makruf atau melepaskannya
dengan cara yang baik”
Setelah itu masing-masing calon suami dan wali mengucapkan istighfar kepada
Allah, dan berjalanlah pengucapan
Ijab kabul nikah dengan didahului ijab
dari wali nikah kemudian calon suami mengakhirinya dengan kabul. Khutbah nikah yang
dibacakan oleh yang berakad tersebut disunnahkan sesuai dengan khutbah hajat seperti diriwayatkan oleh Ibnu
Mas’ud dari Nabi SAW. Jangan lupa yang berakad membaca pula syahadat dan
shalawat kepada Nabi SAW dalam khutbahnya sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu
Qudamah dalam kitab Asy-Syarh Al-Kabiir.
Itulah praktek khutbah nikah yang seharusnya terjadi sesuai petunjuk riwayat-riwayat dari ulama terdahulu. Ketika Nabi SAW menikahkan puterinya, Fatimah kepada keponakannya, Ali bin Abi Thalib, ia langsung membacakan khutbah nikah untuk Ali kemudian membacakan lagi khutbah nikah untuk diri beliau sendiri sebagai wali nikah. Ini menunjukkan bahwa khutbah nikah bisa diwakilkan kepada orang lain dan bisa dibacakan oleh satu orang untuk dua pihak.
Dari uraian diatas menarik untuk dicermati apakah dapat disimpulkan bahwa sebenarnya khutbah nikah berdasarkan
adat kebiasaan yang telah berlangsung dalam suatu acara pernikahan di
tengah-tengah masyarakat kita secara tidak langsung telah termuat dalam prosesi
acara serah terima calon pengantin dari keluarga masing-masing? Hal ini tentu
saja dapat terjadi jika syarat dan
ketentuan-ketentuan yang harus ada dalam khutbah tetap terpenuhi, seperti
memuji kepada Allah SWT, membaca syahadat dan shalawat kepada Nabi, wasiat
takwa, serta membaca salah satu ayat al-Quran. Dan yang perlu
digarisbawahi, khutbah secara bahasa tidak saja berarti pidato atau sambutan,
tetapi dalam konteks hubungan laki-laki
dan wanita berarti pula lamaran dari laki-laki kepada wanita yang perlu
tanggapan dan jawaban dari pihak yang dilamar. Demikian, wallaahu a’lam.....
Referensi:
An-Nikah,
Asy-Syarh Al-Kabiir
Al-fiqhul Manhajiy Ala Madzhabil Imam Asy-Syaafiiy,
Al-Haawiy Al-Kabiir.
0 comments:
Posting Komentar