Peta Situs

Kumpulan Catatan Kumpulan Catatan

Sering Dibaca

Diberdayakan oleh Blogger.
Sabtu, 09 Februari 2013

Khutbah Nikah (bag.I)

Khutbah Nikah dan Khutbah Hajat


Dalam salah satu karyanya Imam Nawawiy pernah menyatakan bahwa para pengikut mazhab Syafii telah menyebutkan sepuluh macam khutbah (pidato) yang disyariatkan dalam Islam, yaitu khutbah Jumat, khutbah idul Adha, khutbah idul fitri, khutbah gerhana bulan, khutbah gerhana matahari, khutbah istisqa (minta hujan), dan empat macam khutbah dalam manasik haji. Semua khutbah tersebut dilaksanakan setelah mengerjakan shalat, kecuali khutbah Jumat dan khutbah haji pada hari ‘Arafah.

Selain dari sepuluh macam khutbah tersebut, terdapat pula khutbah yang disyariatkan dalam ajaran Islam, yaitu khutbah nikah. Berbeda dengan khutbah tadi, khutbah nikah tidak dibacakan sebelum atau sesudah shalat, melainkan pada saat seseorang melangsungkan acara pertunangan (khitbah) dan akad pernikahan. Seseorang yang bermaksud akan melamar perempuan atau melaksanakan akad pernikahan dianjurkan untuk berkhutbah sebelum prosesi lamaran atau akad tersebut dilaksanakan dalam suatu acara pertemuan. Khutbah itu dapat dibacakan langsung di hadapan wali nikah oleh orang bersangkutan atau orang lain yang menggantikannya. Matan  hadits yang sanadnya disandarkan kepada Abdullah Ibnu Mas’ud menjelaskan khutbah nikah tersebut telah diajarkan oleh Nabi SAW kepada para sahabatnya. Teks khutbah tersebut sebagai berikut:

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مُضلّ له ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً  يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً

Dalam riwayat-riwayat lain, khutbah demikian dinamakan dengan khutbatul haajjah yang secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai  khutbah atau pidato yang dibacakan karena ada suatu keperluan atau kebutuhan tertentu, dalam hal ini maksud atau tujuan seseorang  melamar atau menikahi perempuan. Khutbah nikah atau khutbah haajjah ini dikenal juga dengan sebutan khutbah Ibnu Mas’ud, karena riwayat-riwayat mengenai khutbah tersebut kebanyakan bersumber dari Abdullah Ibnu Mas’ud. Dengan sebutan khutbatul haajjah, sebenarnya khutbah jenis ini tidak dikhususkan untuk keperluan pernikahan saja, melainkan segala maksud lain, aktivitas, cita-cita atau kegiatan kehidupan yang melibatkan interaksi manusia dan kebutuhan-kebutuhannya dapat diawali dengan menuliskan atau membacakan khutbah, misalnya saat dilangsungkan acara khatmil Qur'an, acara peresmian atau acara-acara pertemuan, karena dengan khutbah seseorang mengungkapkan segala pujian dan sanjungan kepada Allah SWT, menyatakan persaksian (syahadat), menyampaikan ajakan takwa dan perenungan terhadap ayat-ayat Allah sebelum menuturkan maksudnya. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa, “Segala pekerjaan baik yang tidak diawali dengan pujian terhadap Allah, maka pekerjaan tersebut terpotong (tidak sempurna)”. Itulah sebabnya Ibnu Taymiyah saat menulis karya yang berjudul An-Nubuwwaat memulainya dengan menuliskan khutbah nikah dalam kata pengantar tulisannya tersebut.

Apalagi saat seseorang memiliki keinginan dan kebutuhan untuk melangsungkan akad pernikahan, maka pada moment yang begitu penting dan membahagiakan tersebut sangat dianjurkan ia berkhutbah dan menyampaikan keinginannya itu di hadapan wali perempuan. Melalui khutbah nikah seorang laki-laki mengungkapkan maksud kedatangan dan pertemuannya dengan pihak keluarga calon isteri, yaitu hendak meminang dan menyambungkan tali silaturrahim melalui pernikahan. Khutbah nikah seperti dimaksud telah dipraktekkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum beliau diangkat menjadi rasul. Tatkala Muhammad SAW bermaksud menikahi Khadijah binti Khuwailid, Abu Thalib-lah yang membangkitkan beliau dan membacakan khutbah nikahnya di hadapan keluarga Khadijah. Seperti diterangkan dalam Sirah Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam, diantara pernyataan yang diutarakan oleh Abu Thalib dalam khutbah itu adalah: 
Berikutnya saya sampaikan bahwa Muhammad sebenarnya tidak bisa dibandingkan dengan seorang pemuda Quraisy, bahkan ia mengunggulinya dalam hal kemuliaan, kecerdikan, keutamaan dan akalnya. Sekalipun dia sedikit hartanya, sesungguhnya harta tersebut akan tersingkir, lepas dan kembali lagi. Dia memiliki rasa suka kepada Khadijah binti Khuwailid, demikian pula Khadijah mempunyai perasaan yang sama seperti itu.
Sedangkan ketika menikahi Aisyah, yang membacakan khutbah nikah beliau adalah Thalhah bin Ubaidillah. Nabi SAW juga membacakan khutbah nikah ketika ia menikahkan putrinya, Fatimah, kepada Ali.

Sebagian periwayat hadits ada yang menggunakan istilah lain untuk menunjuk khutbah nikah ini dengan At-Tasyahhud Fil Haajjah. Hal tersebut bisa difahami karena dalam pembacaan khutbah nikah ucapan syahadat tidak bisa dilepaskan, sebagaimana ucapan syahadat itu tidak bisa dipisahkan pula dalam bacaan tasyahhud shalat dan khutbah-khutbah yang lainnya. Berdasarkan riwayat yang dikutip Ibnu Qudamah dalam Asy-Syarh Al-Kabiir, "khutbah tanpa syahadat itu bagaikan tangan yang terputus atau yang berpenyakit kusta". Itu pula yang menyebabkan mengapa dalam setiap prosesi pengucapan ijab kabul nikah sering didahului dengan pembacaan dua kalimat syahadat. Hal ini semata-mata bertujuan untuk meneguhkan kembali komitmen keimanan seseorang agar senantiasa memedomani dan menjalankan nilai-nilai ajaran Islam dalam setiap lembar kehidupannya.

Bersambung.......


Referensi:
Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Hisyam
Subulussalaam oleh Al-Kahlaniy
Alfiqhul Manhajiy Ala Madzhabil Imam Syafii oleh Dr. Mustofa Al-Khayn dkk.
Al-Haawiy Al-Kabiir oleh Al-Mawardiy
An-Nikaah oleh As'ad Ash-Shogirijiy 
An-Nubuwwaat oleh Ibn Taymiyyah

Artikel Lainnya:

0 comments: