Peta Situs

Kumpulan Catatan Kumpulan Catatan

Sering Dibaca

Diberdayakan oleh Blogger.
Selasa, 12 Maret 2013

Gagasan Monistik Puisi Jalaluddin Rumi

Masih ada dalam ingatan tatkala saya mencoba untuk menyelami kedalaman makna beberapa puisi Jalaluddin Rumi, ternyata penelaahan tersebut gagal untuk menghasilkan suatu kesimpulan dan memberikan penjelasan yang memuaskan tentang maksud dan ungkapan-ungkapan Rumi dalam puisinya. Apa yang disampaikan Rumi dalam puisi-puisinya, akan sangat sulit difahami jika pendekatan yang digunakan adalah kaidah-kaidah akademis logika konvensional. Ungkapan-ungkapan syair Rumi akan nampak bertentangan dengan nalar kebanyakan orang, karena ia menyajikan pengalaman intuitif dan spiritual yang amat dalam dan hal ini bersifat individual yang sulit dilukiskan oleh mereka yang tidak pernah merasakannya.

Jalaluddin Rumi adalah sufi penyair terbesar Persia. Ia dilahirkan di Balkh sebuah kota di provinsi Khurasan, Persia Utara, tahun 1207. Pengalaman-pengalaman hidupnya ditandai oleh keintiman mistis untuk mencapai tingkat Insan Kamil, “Manusia Sempurna”, yaitu seorang dari orang-orang suci yang mencerminkan sifat-sifat Ilahi, sehingga pencinta itu melihat dirinya sendiri dengan cahaya Tuhan, dirinya dengan Kekasihnya bukanlah dua melainkan Satu. Pengalaman seperti ini terbentang dalam setiap inti Teosofi Rumi, yang secara langsung maupun tidak langsung mengilhami seluruh puisinya.

Karya-karya sastra Rumi begitu mengagumkan, diantaranya adalah Diwan-i Syams-i Tabriz yang merupakan koleksi ode mistis, enam jilid Masnawi yang memuat sekitar 25.000 bait syair, dan Ruba’iyyat syair empat baris. Karya-karya tersebut berbahasa Persia dan sebagian telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Di dalam Masnawi, Rumi memberikan gambaran tentang pengertian dan perasaan yang luas dan bebas yang menggembirakan. Dalam ungkapan-ungkapan puisinya, Rumi seolah-olah tidak peduli akan kepaduan logis dan pertentangan-pertentangan yang terjadi dan berbenturan dengan kaidah nalar. Menurut E.H. Whinfield, mistisisme Rumi tidaklah “doktrinal” dalam pengertian Katholik, melainkan “eksperimental”. Dia lebih menarik bagi hati daripada bagi kepala, mencemoohkan logika akademis, dan di mana pun ia tidak menambahkan dalam bahasa filsafat unsur-unsur dari suatu sistem yang lengkap. Kata-kata yang dipergunakan oleh Dante dalam Divine Commedia dapat dijadikan contoh yang baik untuk menggambarkan Masnawi. Syair datang dari cabang moral atau etika filsafat, mutunya tidak spekulatif melainkan praktis, dan tujuan akhirnya adalah mencapai kebahagiaan mutlak yang kini tertahan oleh kesengsaraan hidup manusia.

Ajaran tasawuf Rumi yang tertuang dalam puisi-puisinya diilhami oleh gagasan monistik. Dia mengatakan, “Masnawi adalah kedai Kesatuan (wahdah); setiap sesuatu yang engkau lihat di sana selain Yang Esa (Tuhan) adalah berhala”.  Tentang pertentangan dan perselisihan yang terjadi dalam kehidupan, ia memahaminya sebagai sesuatu yang berperan dalam melaksanakan tugas untuk menjaga keharmonisan alam semesta, dan hal ini hanya dapat difahami dan disadari oleh para sufi.

Gagasan-gagasan monistik sufi antara lain dapat dijelaskan dalam pernyataan-pernyataan sebagai berikut:

  • Hanya Satu Wujud Yang Nyata. Ia merupakan sumber seluruh keberadaan. Realitas ini dapat dipandang sebagai Tuhan (Esensi tersembunyi) atau sebagai Dunia (fenomena yang mengejawantah dari Esensi tersembunyi). Realitas demikian terungkap dalam firman Tuhan sendiri bahwa Dia adalah Yang Dzahir dan Yang Bathin.
  • Tiada penciptaan dalam Waktu. Manifestasi diri Tuhan adalah suatu proses abadi. Sekalipun bentuk-bentuk dari alam semesta selalu berubah dan hilang berganti serta secara serempak selalu terbaharui  tanpa henti, pada esensinya ia adalah abadi bernama Tuhan. Tidak pernah ada suatu waktu ketika ia belum ada karena seluruhnya berada dalam pengetahuan-Nya.
  • Tuhan adalah Imanen (Tasybih) sekaligus Transenden (Tanzih). Imanen dalam arti dia tampak sebagai aspek yang terbatas dalam ruang dan waktu dan bentuk-bentuk fenomenal. Sedangkan Transenden dalam arti Dia adalah Realitas Absolut yang melampaui dan mengatasi setiap penampakan.
  • Esensi (Hakikat) Tuhan itu tidak dapat diketahui. Tuhan membuat diri-Nya dapat diketahui oleh manusia melalui Nama-nama dan Sifat-sifat-Nya yang Ia ungkapkan di dalam al-Quran. Sekalipun pada dasarnya identik, namun dari sudut pandang manusia sifat-sifat Tuhan itu beragam dan saling bertentangan. Keragaman dan pertentangan ini ada di dunia fenomenal agar manusia dapat membedakan yang baik dan yang buruk serta mengetahui Yang Absolut. Dalam dunia hakikat pertentangan dan sesuatu yang buruk itu tidak ada, karena semuanya menyatu dalam kesatuan Realitas.
  • Dalam salah satu hadits Qudsi Tuhan berfirman, “Aku menciptakan makhluk supaya Aku dapat diketahui”. Hadits ini  menyiratkan bahwa Tuhan dapat diungkap melalui alam semesta dan terutama dalam diri manusia. Suatu ungkapan lain menyebutkan, “Man ‘arafa nafsah faqad ‘arafa rabbahu”, “Siapa yang mengenal dirinya tentu akan mengenal Tuhan-nya”. Tuhan yang mengatur dan menggerakkan kosmos  sebagai sebuah Prinsip Rasional yang Tidak Bertempat-tinggal, memperlihatkan dirinya secara sempurna melalui Insan Kamil, Manusia Sempurna. Tipe utama dari Manusia Sempurna itu adalah Muhammad yang Nur, “Cahaya”-nya menyinari rangkaian panjang para Nabi mulai dari Adam hingga hierarki orang-orang suci muslim yang mewarisi keruhanian Muhammad. Manusia sempurna, apakah nabi atau orang-orang suci adalah bayangan dan perwujudan asli Tuhan, dan oleh karena itu merupakan tujuan akhir dari penciptaan.

Itulah tema-tema pokok yang mendasari puisi-puisi Jalaluddin Rumi. Memang dia bukanlah satu-satunya orang yang pertama kali menyusun ajaran-ajaran mistiknya dengan corak demikian. Sebelumnya, mulai abad kesembilan telah ada serangkaian para sufi pemikir yang secara berangsur mengembangkan gagasan-gagasan monistik hingga pada akhirnya muncullah sufi Andalusia terkemuka, Ibnu Arabi, yang memformulasikan ajaran-ajaran sufistik dengan tema-tema pokok tersebut. Ibnu Arabi dipandang sebagai “Bapak Pantheisme Islam”.

Artikel Lainnya:

0 comments: